Minggu, 01 Januari 2012

PACARAN DALAM ISLAM (TA’ARUF)


PACARAN DALAM ISLAM (TA’ARUF)

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Untuk ukuran remaja Pacaran adalah hal yang termaksud klasik bagi Ukthy dan Akthy. Banyak pertayaan mengenai hal ini, namun jawaban yang sering muncul sering kali hanya terkesan diplomasi bahkan cendrung manipulatif. Hal itu disebabkan oleh budaya islam yang belum mengakar kuat secara murni dalam tradisi masyarakat. Namun sebaliknya, budaya maksiat sudah dijadikan hal yang biasa-biasa saja.
Pacaran sebenarnya adalah istilah Jahiliah yang sengaja diperhalus. Pacaran dalam Islam mungkin bagi Akhy dan Ukthy adalah sesuatu yang masih dibilang kolot, fanatik, ortodok, dan sejenisnya. Apakah aplikasinya dianggap ortodok atau moderat, fanatik atau tolerir, statis atau dinamis, atau sejenis nya. Islam adalah islam. Berbagai atribut yang diletakan pada berbagai aplikasi ajaran Islam yang murni, entah itu yang menganggap kuno atau sebaliknya.
Dalam pandangan Islam yang tertuang dalam Al-qur’an dan Al-Hadits, pergaulan antara pria dan wanita yang bukan mahram memang sangat dibatasi dan dikenai berbagai aturan. Tujuannya adalah demi memperlancar proses ibadah yang suci dihadapan Allah, menjaga keselamatan, kehormatan dan kesucian masing-masing dari Ukthy dan Akhy.
Diantara aturan dan batasan tersebut adalah dilarangnya kedua jenis gender itu untuk saling campur baur, saling memandangi aurat, berduaan, berbicara dengan suara yang mengoda. Namun disisi lain, wanita dan pria ditakdirkan untuk berpasangan guna membangun kehidupan rumah tangga.
Untuk itulah diperlukan adanya pendekatan yang dalam Islam yang disebut Ta’aruf. Proses Ta’aruf haruslah sejalan dengan norma-norma, adab, dan aturan yang berlaku dalam syariat. Memang ada sedikit keringanan, contohnya memandang sebagian aurat dalam proses Ta’aruf tersebut. Disini tentu harus dibedakan antara memandang aurat yang diharamkan dengan memandang aurat yang diperbolehkan selama proses Ta’aruf.
Oleh karna itu, memandang sebagian aurat itu hanya diperbolehkan bila seseorang sudah memiliki kecendrungan untuk menikahi Akhwat nya. Artinya dia sudah memiliki informasi dan data-data diri wanita tersebut baik secara langsung melalui percakapan maupun secara tidak langsung melalui perantara dan sudah menemukn kecocokan dengan pasangan Ta’aruf nya.
Dengan demikian pacaran dalam arti menurut yang dipahami oleh masyarakat ita selama ini tidak ada dalam ajaran Islam. Proses Ta’aruf tidak lah sama dengan pacaran yang hanyalah perbuatan kaum Jahiliah. Ta’aruf tidak boleh disamakan dengan proses pacaran. Karna yang demikian akan mengaburkan persoalan dan hanya trik menyembunyikan diri dibalik istilah islam, demi menghalalkan perbuatan yang haram. Selain itu, istilah yang digunakan untuk sebuah kemaksiatan tidak pantas diletakkan pada sebuah proses amalan yang dianjurkan dalam syariat.